"Pada suatu hari Rasulullah saw shalat bersama kami.
Setelah selesai shalat kemudian beliau menghadap kami seraya bersabda :
"Wahai
manusia, sesungguhnya aku adalah imammu. Karena itu janganlah kamu
mendahuluiku ketika ruku', ketika berdiri, dan ketika menyelesaikan
shalat. Sebab aku mengetahui apa yang kamu lakukan, baik didepanku
maupun dibelakangku." Selanjutnya Rasulullah bersabda :"Demi dzat yang
diri Muhammad berada dalam kekuasaanNya, seandainya kamu bisa melihat
apa yang aku lihat, niscaya kamu akan sedikit tertawa dan banyak
menangis berurai air mata." Lalu para sahabat bertanya :" Wahai
Rasulullah, apa yang engkau lihat ?" Jawab Rasulullah :"Aku melihat
sorga dan neraka."
[HR Muslim].
Dari
hadits tersebut, dalam shalat berjama'ah, makmum shalat harus mengikuti
dan tidak boleh mendahului imam, dari mulai takbiratul ihram sampai
salam. Demikian juga bagi makmum yang terlambat (masbuq), ia harus
mengikuti imam sampai imam salam, baru kemudian melanjutkan shalatnya
untuk menyempurnakan raka'at yang tertinggal.
Ketentuan
mengikuti imam hanya selama bacaan dan gerakan imam benar. Jika imam
keliru, makmum wajib menegur imam dengan bacaan subhanallah (bagi
laki-laki) dan memberi isyarat dengan bertepuk tangan (bagi wanita) agar
shalat tidak sia-sia, dan imam wajib memperhatikan teguran tersebut.
Jika tidak, atau membuat kesalahan fatal, maka makmum berhak memisahkan
diri. Oleh karena itu, untuk menjadi imam, tidak boleh sembarang orang.
Seorang
imam shalat, bukan hanya yang banyak hafalan bacaan Qur'an saja, tetapi
yang memiliki ketinggian ilmu (agama), memahami dan mampu melaksanakan
Qur'an dan Sunnah, berakhlak mulia sehingga disukai makmumnya dan bisa
pegang amanah (berdasarkan hadits-hadits riwayat Muslim dari Abu Masna,
Abu Dawud dari Abu Amer ibn Ash, Ahmad dalam risalah ash shalah, dan
Bukhari dari Abi Hurairah).
Ada
satu lagi sebagai syarat menjadi imam yaitu bukan sebagai tamu, kecuali
atas keikhlasan permintaan para makmumnya untuk mengimami mereka.
[HR
Muslim dari Ibnu Mas'ud].
Sebagai
suatu tarbiyah tentang kepemimpinan dalam shalat berjamaah dapat
diaplikasikan dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa. Dengan
berdasarkan firman Allah :
"Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul serta ulil amri (pemimpin) dari kamu,"
[QS An Nisaa'59]
Kata
athii'u hanya didepan Allah dan Rasul tetapi tidak untuk ulil amri,
menunjukkan bahwa ketaatan kita kepada Allah dan Rasul-Nya adalah hal
yang tidak dapat ditawar lagi karena kebenarannya tidak perlu diragukan
lagi. Berbeda dengan ketaatan kepada ulil amri yang notabene manusia
biasa yang tak pernah lepas dari kesalahan, identik dengan ketaatan
kepada imam shalat dalam shalat berjamaah, sebagaimana juga ditegaskan
oleh Rasulullah dengan sabdanya :
"Seorang
muslim harus taat dan mendengar (pemimpinnya) dalam hal apa saja yang
ia senangi atau tidak, kecuali jika pemimpin itu menyuruh yang tidak
benar (melanggar aturan Allah dan RasulNya). Jika demikian, maka ia
tidak boleh taat dan mendengar lagi pemimpin itu."
Benar kiranya jika Al Qur’an disebut sebagai mukjizat. Bagaimana tidak, ternyata ayat-ayat
Al Qur’an yang diturunkan di abad ke 7 masehi di mana ilmu pengetahuan
belum berkembang (saat itu orang mengira bumi itu rata dan matahari
mengelilingi bumi), sesuai dengan ilmu pengetahuan modern yang baru-baru
ini ditemukan oleh manusia.
Sebagai contoh ayat di bawah:
“Dan
apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan
antara keduanya. Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka mengapakah mereka tiada juga beriman?” [Al Anbiyaa:30]
Saat
itu orang tidak ada yang tahu bahwa langit dan bumi itu awalnya satu.
Ternyata ilmu pengetahuan modern seperti teori Big Bang dan teori
ilmiyah lainnya menyatakan bahwa alam semesta (bumi dan langit) itu
dulunya satu. Kemudian akhirnya pecah menjadi sekarang ini.
Kemudian
ternyata benar segala yang bernyawa, termasuk tumbuhan bersel satu
pasti mengandung air dan juga membutuhkan air. Keberadaan air adalah
satu indikasi adanya kehidupan di suatu planet. Tanpa air, mustahil ada
kehidupan. Inilah satu kebenaran ayat Al Qur’an.
Tatkala
merujuk kepada matahari dan bulan di dalam Al Qur’an, ditegaskan bahwa
masing-masing bergerak dalam orbit atau garis edar tertentu.
“Dan
Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” (Al
Qur’an, 21:33)
Disebutkan pula dalam ayat yang lain bahwa matahari tidaklah diam, tetapi bergerak dalam garis edar tertentu:
“Dan matahari berjalan di tempat peredarannya. Demikianlah ketetapan Yang Maha Perkasa lagi Maha Mengetahui.” (Al Qur’an, 36:38)
Langit yang mengembang (Expanding Universe)
Dalam
Al Qur’an, yang diturunkan 14 abad silam di saat ilmu astronomi masih
terbelakang, mengembangnya alam semesta digambarkan sebagaimana berikut
ini:
“Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” (Al Qur’an, 51:47)
Menurut Al Qur’an langit diluaskan/mengembang. Dan inilah kesimpulan yang dicapai ilmu pengetahuan masa kini.
Menurut
Stephen Hawkings dengan teori Big Bang, sejak terjadinya peristiwa Big
Bang, alam semesta telah mengembang secara terus-menerus dengan
kecepatan maha dahsyat. Teori lain seperti Inflationary juga berpendapat
jagad raya terus berkembang. Para ilmuwan menyamakan peristiwa
mengembangnya alam semesta dengan permukaan balon yang sedang ditiup.
Hingga
awal abad ke-20, satu-satunya pandangan yang umumnya diyakini di dunia
ilmu pengetahuan adalah bahwa alam semesta bersifat tetap dan telah ada
sejak dahulu kala tanpa permulaan. Namun, penelitian, pengamatan, dan
perhitungan yang dilakukan dengan teknologi modern, mengungkapkan bahwa
alam semesta sesungguhnya memiliki permulaan, dan ia terus-menerus
“mengembang”.
Pada
awal abad ke-20, fisikawan Rusia, Alexander Friedmann, dan ahli
kosmologi Belgia, George Lemaitre, secara teoritis menghitung dan
menemukan bahwa alam semesta senantiasa bergerak dan mengembang.
Fakta
ini dibuktikan juga dengan menggunakan data pengamatan pada tahun 1929.
Ketika mengamati langit dengan teleskop, Edwin Hubble, seorang astronom
Amerika, menemukan bahwa bintang-bintang dan galaksi terus bergerak
saling menjauhi.
Gunung yang Bergerak
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14 abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak. Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak.
Gerakan
gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka
berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang
lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah,
seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa
benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun
kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika
mereka bergerak saling menjauhi.
Para
ahli geologi memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun
1980, yakni 50 tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan
oleh Wegener dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500
juta tahun lalu seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya
adalah satu kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di
kutub selatan.
Sekitar
180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang
masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau
benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia,
Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri
dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun
setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi
daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua
yang terbentuk menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada
permukaan Bumi secara terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per
tahun. Peristiwa ini juga menyebabkan perubahan perbandingan luas antara
wilayah daratan dan lautan di Bumi.
Pergerakan
kerak Bumi ini diketemukan setelah penelitian geologi yang dilakukan di
awal abad ke-20. Para ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana
berikut:
Kerak
dan bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi
atas lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan
utama, dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng
tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa
benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan
berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut
terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi
secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi
sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe;
General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s.
30)
Ada
hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini: dalam ayat tersebut
Allah telah menyebut tentang gerakan gunung sebagaimana mengapungnya
perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga menggunakan istilah
“continental drift” atau “gerakan mengapung dari benua” untuk gerakan
ini. (National Geographic Society, Powers of Nature, Washington D.C.,
1978, s.12-13)
Tidak
dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta
ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah
dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan
Kami telah meniupkan angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan
dari langit lalu Kami beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali
bukanlah kamu yang menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Ramalan Kemenangan Romawi atas Persia
“Alif,
Lam, Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi, di negeri yang terdekat dan
mereka sesudah dikalahkan itu akan menang, dalam beberapa tahun (lagi).
Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang).” (Al Qur’an,
30:1-4)
Ayat-ayat
ini diturunkan kira-kira pada tahun 620 Masehi, hampir tujuh tahun
setelah kekalahan hebat Bizantium Kristen di tangan bangsa Persia,
ketika Bizantium kehilangan Yerusalem. Kemudian diriwayatkan dalam ayat
ini bahwa Bizantium dalam waktu dekat menang. Padahal, Bizantium waktu
itu telah menderita kekalahan sedemikian hebat hingga nampaknya mustahil
baginya untuk mempertahankan keberadaannya sekalipun, apalagi merebut
kemenangan kembali. Tidak hanya bangsa Persia, tapi juga bangsa Avar,
Slavia, dan Lombard menjadi ancaman serius bagi Kekaisaran Bizantium.
Bangsa Avar telah datang hingga mencapai dinding batas Konstantinopel.
Kaisar Bizantium, Heraklius, telah memerintahkan agar emas dan perak
yang ada di dalam gereja dilebur dan dijadikan uang untuk membiayai
pasukan perang. Banyak gubernur memberontak melawan Kaisar Heraklius dan
dan Kekaisaran tersebut berada pada titik keruntuhan. Mesopotamia,
Cilicia, Syria, Palestina, Mesir dan Armenia, yang semula dikuasai oleh
Bizantium, diserbu oleh bangsa Persia. (Warren Treadgold, A History of the Byzantine State and Society, Stanford University Press, 1997, s. 287-299.)
Diselamatkannya Jasad Fir’aun
“Maka
pada hari ini Kami selamatkan badanmu supaya kamu dapat menjadi
pelajaran bagi orang-orang yang datang sesudahmu” [QS 10:92]
Maurice
Bucaille dulunya adalah peneliti mumi Fir’aun di Mesir. Pada mumi
Ramses II Dia menemukan keganjilan, yaitu kandungan garam yang sangat
tinggi pada tubuhnya. Dia baru kemudian menemukan jawabannya di
Al-Quran, ternyata Ramses II ini adalah Firaun yang dulu ditenggelamkan
oleh Allah swt ketika sedang mengejar Nabi Musa as.
Injil
& Taurat hanya menyebutkan bahwa Ramses II tenggelam; tetapi hanya
Al-Quran yang kemudian menyatakan bahwa mayatnya diselamatkan oleh Allah
swt, sehingga bisa menjadi pelajaran bagi kita semua.
Perhatikan
bahwa Nabi Muhammad saw hidup 3000 tahun setelah kejadian tersebut, dan
tidak ada cara informasi tersebut (selamatnya mayat Ramses II) dapat
ditemukan beliau (karena di Injil & Taurat pun tidak disebut). Makam Fir’aun, Piramid, yang tertimbun tanah baru ditemukan oleh arkeolog Giovanni Battista Belzoni tahun 1817.Namun Al-Quran bisa menyebutkannya karena memang firman Allah swt (bukan buatan Nabi Muhammad saw).
Segala Sesuatu diciptakan Berpasang-pasangan
Al
Qur’an yang berulang-ulang menyebut adanya pasangan dalam alam
tumbuh-tumbuhan, juga menyebut adanya pasangan dalam rangka yang lebih
umum, dan dengan batas-batas yang tidak ditentukan.
“Maha
Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya baik dari
apa yang ditumbuhkan oleh bumi dan dari diri mereka maupun dari apa-apa
yang mereka tidak ketahui.” [Yaa Siin 36:36]
Kita
dapat mengadakan hipotesa sebanyak-banyaknya mengenai arti hal-hal yang
manusia tidak mengetahui pada zaman Nabi Muhammad. Hal-hal yang manusia
tidak mengetahui itu termasuk di dalamnya susunan atau fungsi yang
berpasangan baik dalam benda yang paling kecil atau benda yang paling
besar, baik dalam benda mati atau dalam benda hidup. Yang penting adalah
untuk mengingat pemikiran yang dijelaskan dalam ayat itu secara rambang
dan untuk mengetahui bahwa kita tidak menemukan pertentangan dengan
Sains masa ini.
Meskipun
gagasan tentang “pasangan” umumnya bermakna laki-laki dan perempuan,
atau jantan dan betina, ungkapan “maupun dari apa yang tidak mereka
ketahui” dalam ayat di atas memiliki cakupan yang lebih luas. Kini,
cakupan makna lain dari ayat tersebut telah terungkap. Ilmuwan Inggris,
Paul Dirac, yang menyatakan bahwa materi diciptakan secara berpasangan,
dianugerahi Hadiah Nobel di bidang fisika pada tahun 1933. Penemuan ini,
yang disebut “parité”, menyatakan bahwa materi berpasangan dengan lawan
jenisnya: anti-materi. Anti-materi memiliki sifat-sifat yang berlawanan
dengan materi. Misalnya, berbeda dengan materi, elektron anti-materi
bermuatan positif, dan protonnya bermuatan negatif. Fakta ini dinyatakan
dalam sebuah sumber ilmiah sebagaimana berikut:
“…setiap
partikel memiliki anti-partikel dengan muatan yang berlawanan … dan
hubungan ketidakpastian mengatakan kepada kita bahwa penciptaan
berpasangan dan pemusnahan berpasangan terjadi di dalam vakum di setiap
saat, di setiap tempat.”
Semua
ini menunjukkan bahwa unsur besi tidak terbentuk di Bumi, melainkan
dibawa oleh meteor-meteor melalui letupan bintang-bintang di luar
angkasa, dan kemudian “dikirim ke bumi”, persis sebagaimana dinyatakan
dalam ayat tersebut. Jelas bahwa fakta ini tak mungkin diketahui secara
ilmiah pada abad ke-7, di saat Al Qur’an diturunkan.
Tulisan
di atas hanyalah sebagian kecil dari keajaiban Al Qur’an yang ada dan
ternyata sesuai dengan ilmu pengetahuan modern. Bagi yang ingin tahu
lebih banyak silahkan baca buku referensi di bawah.
Jelas Al Qur’an itu benar dan tak ada keraguan di dalamnya.
”Kitab Al Quran ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertaqwa” [Al Baqarah:2]
Jika
agama lain bisa punya lebih dari 4 versi kitab suci yang berbeda satu
dengan lainnya, maka Al Qur’an hanya ada satu dan tak ada pertentangan
di dalamnya:
”Maka
apakah mereka tidak memperhatikan Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak
di dalamnya.” [An Nisaa’:82]
Al
Qur’an adalah satu-satunya kitab suci yang bisa dihafal jutaan manusia
(Hafidz/penghafal Al Qur’an) sehingga keaslian/kesuciannya selalu
terjaga.